Pada Kamis, 21 November 2024, Komisi III DPR RI memilih Johannes Tanak untuk terpilih kembali sebagai Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk periode 2024–2029. Dia menerima 48 suara dalam pemilihan tersebut.
Menurut situs resmi KPK, pria kelahiran Toraja Utara pada 23 Maret 1961 ini memiliki pendidikan hukum dan telah bekerja di berbagai posisi strategis, termasuk di Kejaksaan Agung Republik Indonesia, di mana ia memulai kariernya pada tahun 1989.
Johanis menyelesaikan studi Strata-1 di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin dan memulai karirnya sebagai pegawai di bidang pidana khusus di Kejaksaan Agung Republik Indonesia.
Ia dipromosikan menjadi Kepala Seksi Pidana Umum di Kefamenanu, Nusa Tenggara Timur, pada tahun 1994. Pada tahun 1997, setelah tiga tahun, ia diangkat menjadi Kepala Seksi Tata Usaha Negara dan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Tun Jam Datun).
Johanis diangkat menjadi Kepala Kejaksaan Negeri Karawang, Jawa Barat, pada 2008. Pada 2014, ia naik pangkat menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah di Palu. Setahun kemudian, ia kembali ke Kejaksaan Agung sebagai Direktur Tata Usaha Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara.
Johanis menjabat sebagai Direktur B Intelijen di Jaksa Agung Muda Intelijen pada 2019. Setelah diangkat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Jambi pada tahun 2020, ia kembali ke Kejaksaan Agung sebagai Pejabat Fungsional Jaksa di Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara pada tahun 2021.
Johanis Tanak Jabat Wakil Ketua KPK 2019-2024
Johanis sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua KPK dari 2019 hingga 2024 sebelum terpilih untuk periode 2024–2029.
Johannes juga pernah melakukan banyak pekerjaan khusus, seperti diperbantukan di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), perwakilan Kejaksaan Agung dalam tim pemberesan BPPN, dan pengajar di Badan Diklat Kejaksaan Republik Indonesia.
Johanis mendapatkan gelar Strata-1 di Universitas Hasanuddin, kemudian mendapatkan gelar Strata-2 di IBLAM Law College, dan akhirnya mendapatkan gelar Strata-3 di Universitas Airlangga, Surabaya.
Johanis Tanak Usul OTT Ditiadakan
Saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan Capim KPK di ruangan Komisi III DPR RI, Kompleks Senayan, Jakarta, Selasa (19/11/2024), calon Ketua KPK, Johanis Tanak, menyatakan bahwa jika dia terpilih sebagai Ketua KPK, dia berencana menghapus operasi tangkap tangan (OTT).
Johannes Tanak, Wakil Ketua KPK saat ini, menyatakan bahwa istilah OTT tidak tepat. Dia menyatakan bahwa “operasi” merujuk pada “orang yang akan melakukan operasi seperti dokter” dalam KBBI. Menurut KUHAP, definisi tertangkap tangan adalah “suatu peristiwa yang dilakukan seketika tanpa melalui proses perencanaan”.
Ia menyatakan bahwa selama dirinya menjabat sebagai pimpinan KPK, lembaga antirasuah itu hanya mengikuti tradisi internal yang sudah ada. Oleh karena itu, ia menganggap OTT yang saat ini diterapkan KPK tidak tepat.
Menurutnya, “Kita itu menjalankan peraturan perundangan, bukan berdasar logika.”
Menurut Yudi Purnomo Harahap, mantan penyidik KPK, pernyataan Johanis Tanak hanyalah upaya untuk memikat Komisi III DPR RI.
Yudi berpendapat bahwa pernyataan yang dibuat oleh Johanis Tanak membahayakan prospek pemberantasan korupsi. Ia tidak setuju dengan Johannes. Menurutnya, OTT adalah metode yang efektif untuk menangkap para koruptor yang melakukan suap dengan uang atau barang bukti.
“Jika OTT dihapus, koruptor akan tertawa,” kata Yudi di Jakarta, Rabu (20/11/2024).
Ia menyatakan bahwa penangkapan koruptor dilakukan dalam dua cara: penyelidikan kasus sebelumnya dan penangkapan. KPK akan terganggu jika OTT tidak ada.
Yudi menambahkan bahwa OTT memiliki dasar hukum yang jelas dan diatur dalam kewenangan KPK dan sesuai KUHAP. Dia menyatakan bahwa meskipun penerapannya saat ini jarang terjadi, itu menunjukkan bahwa OTT masih penting untuk memerangi korupsi.
Ada empat situasi di mana seseorang dapat dianggap tertangkap tangan, menurut pasal 1 angka 19 KUHAP. Pertama, tertangkapnya seseorang saat melakukan tindak pidana; kedua, tertangkapnya segera setelah beberapa saat setelah tindak pidana; dan ketiga, tertangkapnya seseorang sesaat kemudian diserukan sebagai orang yang melakukan tindak pidana. Dan keempat, jika segera ditemukan bahwa pelaku tindak pidana menggunakan barang yang diduga keras untuk melakukan tindak pidana itu.
Yudi mengatakan, “Jadi, tidak mungkin OTT dihapuskan, bahkan jika DPR menghilangkannya saat merevisi UU KPK yang melemahkan KPK tentu akan menegaskan KPK tidak dapat melakukan OTT.”
Ia tidak mempermasalahkan pendekatan Johanis Tanak untuk merayu Komisi III, yang akan memilih pimpinan KPK dari lima suara terbanyak. Namun, Yudi berharap DPR memahami pendekatan Johanis Tanak.
Ia percaya bahwa Komisi III sedang mencari pimpinan KPK yang memiliki visi dan misi untuk memerangi korupsi menuju Indonesia emas 2045. Selain itu, Presiden Prabowo Subianto berharap untuk mencegah korupsi dengan meningkatkan sistem dan digitalisasi serta menerapkan penegakan hukum yang tegas dan keras.
Yudi menyatakan, “Dan OTT adalah salah satu instrumen penegakan hukum yang tegas dan keras.”